DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE 73

DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE 73
KERJA KITA PRESTASI BANGSA

Senin, 24 September 2012

IED BERTEPATAN DENGAN HARI JUMAT (BAGIAN I)

oleh Amin Saefullah Muchtar pada 24 September 2012 pukul 16:12 ·
Sebagaimana yang kita maklumi bahwa Iedul Adha di tahun ini, 10 Dzulhijjah 1433 H, diduga kuat akan jatuh pada hari Jumat bertepatan dengan 26 Oktober 2012. Sehubungan dengan itu terdapat tiga hal yang penting untuk dibahas:

Pertama, kedudukan Hadis: “Ied Jatuh Pada Hari Jumat. Masalah ini perlu ditegaskan kembali sehubungan dengan pandangan sebagian kalangan yang menilai hadis yang berkenaan dengan itu statusnya dhaif.
Kedua,  kedudukan shalat Jumat bila bertepatan dengan Ied.
Ketiga,  peristiwa  Ied jatuh pada hari Jumat pada masa kekhalifahan Ibnu Zubair dan praktek shalat yang dilakukan oleh beliau ketika itu.


Ied Zaman Nabi saw.

Berdasarkan analisa sejarah dan riwayah dapat diketahui bahwa sepanjang hayat Rasulullah saw., beliau telah mengalami iedul fitri dan iedul Adha sebanyak sembilan kali. Iedul Fitri perdana Nabi terjadi pada hari Senin, 1 Syawal 2 H/26 Maret 624 M. Sedangkan Iedul Adha perdana terjadi pada (sekitar) 10 Dzulhijjah 2 H/Juni 624 M. Adapun iedul fitri terakhir terjadi pada Senin, 1 Syawal 10 H/30 Desember 631 M. Sedangkan Iedul Adha pada (sekitar) 10 Dzulhijjah 10 H/Maret 632 M.
Dari jumlah sebanyak itu (Sembilan kali iedul fitri dan adha) hanya satu kali terjadi hari ied pada hari Jumat, yaitu Iedul Fitri 1 Syawal 3 H yang bertepatan dengan 15 Maret 625 M.
Informasi tentang peristiwa Ied jatuh pada hari Jumat pada zaman Rasulullah, bersumber dari empat sahabat:

Pertama, Abu Huraerah

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ قَدِ اجْتَمعَ في يَوْمِكُمْ هذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ
Dari Abu Huraerah, dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, “Sungguh telah bersatu pada hari ini dua ied, maka siapa yang mau (tidak melaksanakan shalat Jum’at), maka shalat ied ini mencukupkan dari (shalat) Jum’at, dan sesungguhnya kami akan melaksanakan shalat Jum’at.”

Takhrij (penelusuran sumber) Hadis

Hadis di atas diriwayatkan oleh Abu Dawud (Sunan Abu Dawud, I:281, No. 1073), Ibnu Majah (Sunan Ibnu Majah, I:416, No. 1311), Al-Baihaqi (As-Sunan Al-Kubra, III:318, No. hadis 6082), Al-Hakim (Al-Mustadrak ‘ala As-Shahihain, I:425, No. 1064), Ibnul Jarud (Al-Muntaqa, I:84, No. hadis 302), dengan sedikit perbedaan redaksi, melalui jalur periwayatan yang sama, yaitu rawi Baqiyyah bin Al-Walid. Ia menerima dari Syu’bah, dari Al-Mughirah bin Miqsam Ad-Dhabbi, dari Abdul Aziz bin Rufai’, dari Abu Shalih, dari Abu Huraerah, dari Rasulullah saw.

Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dengan dua redaksi; pada satu riwayat redaksinya sama dengan di atas, sementara pada riwayat lainnya dengan redaksi sebagai berikut:
(إِنَّهُ قَدِ اجْتَمَعَ عِيدُكُمْ هَذَا وَالْجُمُعَةُ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ ، فَمَنْ شَاءَ أَنْ يُجَمِّعَ فَلْيُجَمِّعْ ) فَلَمَّا صَلَّى الْعِيدَ جَمَّعَ
Beliau bersabda, “Sungguh telah bersatu ied kalian ini dan Jumat, dan sesungguhnya kami akan melaksanakan shalat Jum’at. Maka siapa yang mau melaksanakan shalat Jum’at, lakukanlah.” Setelah beliau melaksanakan shalat ied, beliau melaksanakan shalat Jum’at (pada waktunya) (As-Sunan Al-Kubra, III:318, No. hadis 6081)

Sementara pada riwayat Ibnul Jarud, setelah kalimat wa innaa mujammi’uun terdapat kalimat tambahan: “insya Allah.” (Al-Muntaqa, I:84, No. hadis 302)

Kedudukan Hadis
  
Imam Al-Hakim berkata:
هذَا حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ فَإِنَّ بَقِيَّةَ بْنَ الْوَلِيْدِ لَمْ يَخْتَلِفْ فِي صِدْقِهِ إِذَا رَوَى عَنْ الْمَشْهُوْرِيْنَ وَهذَا حَدِيْثٌ غَرِيْبٌ مِنْ حَدِيْثِ شُعْبَةَ وَالْمُغِيْرَةِ وَعَبْدِ الْعَزِيْزِ ، وَكُلُّهُمْ مِمَّنْ يُجْمَعُ حَدِيْثُهُ
“Hadis ini shahih sesuai dengan kriteria Muslim sanadnya. Maka sungguh Baqiyyah bin Al-Walid tidak diperselisihkan lagi tentang kebenaran/kejujurannya apabila ia meriwayatkan dari para rawi yang popular (kredibilitasnya).  Dan hadis ini gharib (tunggal) dari hadis Syu’bah, Al-Mughirah, dan Abdul Aziz, dan semuanya termasuk orang yang disepakati hadisnya.” (Al-Mustadrak ‘ala As-Shahihain, I:425, No. 1064)
Kata Imam Al-Kanani:
هذَا إِسْنَادٌ صَحِيْحٌ رِجَالُهُ ثِقَاتٌ
“Ini sanad yang shahih, para rawinya tsiqat (kredibel).” (Lihat, Mishbah Az-Zujajah fii Zawa`id Ibn Majah, I:155)

Komentar para ulama di atas menunjukkan bahwa derajat hadis ini shahih, atau paling tidak hasan, yaitu dibawah derajat shahih, namun hadisnya dapat dijadikan hujjah.

Meski demikian terdapat sebagian ulama yang mendhaifkan hadis tersebut dengan dua alasan:

Pertama, terdapat rawi bernama Baqiyyah bin Al-Walid, ia dinilai dhaif karena banyak melakukan tadlis (penyamaran dalam sanad).

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Ayahku ditanya tentang Baqiyah dan Isma’il bin Ayyas, ia menjawab, ‘Baqiyah lebih aku cintai. Bila ia meriwayatkan dari suatu kaum yang tidak terkenal (majhul), maka periwayatannya jangan diterima’.”

Ibnu Khuzaimah berkata, “Aku tidak menjadikan hujjah dengan Baqiyyah.” Ahmad bin Hasan At-Tirmidzi telah menceritakan kepadaku (Ibnu Khuzaimah), “Aku mendengar Ahmad bin Hanbal mengatakan, ‘Aku mengira bahwasanya Baqiyah tidak meriwayatkan hadis-hadis munkar dari rawi rawi yang majhul. Apabila ia meriwayatkan hadis munkar dari rawi-rawi yang masyhur maka aku tahu min aena ataa (dari mana sumbernya)? Menurutku, ataa minat Tadlis.”

Abu Hatim mengatakan, “Hadisnya ditulis tapi tidak dijadikan hujjah.” Ibnu Hajar berkata, “Ia itu shaduq (benar/jujur), banyak mentadlis dari rawi yang dhaif.”  Abul ‘Arab Al-Qairawani mengatakan, “Ia banyak meriwayatkan dari rawi-rawi yang daif dan majhul.” (Lihat, Tahdzibul Kamal, IV:192-200)

Abul Hasan bin Al-Qathan mengatakan, “Baqiyah mentadlis dari rawi-rawi yang daif, wa yasytabihu dzalik (dal hal itu meragukan). Dengan sebab ini maka walaupun ia sahih tetap ia mufsid (rusak) dengan sebab ‘adalahnya.” Menurutku (Imam Adz-Dzhabi), “Ya, demi Allah, memang benar demikian tentang dirinya, melakukannya (hal-hal seperti di atas)…” (Lihat, Mizanul ‘Itidal,  I:331-339)

Kedua, terdapat rawi Al-Mughirah bin Miqsam Adh-Dhabbi, dia rawi mudallis (menyamarkan sanada) dan ia meriwayatkannya dengan shigah (bentuk) periwayatan ‘an (dari) tanpa menjelaskan dengan tahdits. (Lihat, Taqrib At-Tahdzib, hal. 966, Ta’rif Ahl At-Taqdis, hal. 121)

Catatan:
Tahdits adalah periwayatan seorang rawi dengan bentuk haddatsanaa (menceritakan kepada kami) atau akhbaranaa (mengabarkan kepada kami)

Sehubungan dengan penilaian dhaif dari sebagian ulama di atas, Syekh Al-Albani memberikan penjelasan sebagai berikut:
(قلت: حديث صحيح، وقال الحاكم: " صحيح على شرط مسلم وافقه الذهبي وقال البوصيري:  هذا إسناد صحيح "إسناده: حدثنا محمد بن المُصَفَّى وعمر بن حفص الوَصابي- المعنى- قالا:ثنا بقية: ثنا شعبة عن المغيرة الضّبي عن عبد العزيز بن زفَيْع عن أبي صالح عن أبي هريرة... قال عمر: عن شعبة.
قلت: وهذا إسناد رجاله ثقات كلهم؛ وبقية إنما يخشى منه إذا عنعن؛ لأنه مدلس، وقد صرح بالتحديث في رواية ابن المصفى، وكذا في رواية غيره كما يأتي، فزالت شبهة تدليسه، فيتبادر إلى الذهن أنه صح الإسناد، وليس كذلك - وإن ظنه كثيرون-؛ فإن فيه مدلساً آخر، ذهلوا عنه؛ لأنه ليس مشهوراً بالتدليس مثل بقية، ألا وهو المغيرة بن مِقْسَم الضبي؛ فإنه- مع إتقانه- كان يدلس كما في "التقريب " وغيره؛ فهو علة هذا الإسًناد؛ إلا أن الحديث صحيح يشواهده المتقدمة.
“Menurut saya, hadis itu shahih. Dan Al-Hakim berkata, ‘Hadis itu shahih sesuai dengan syarat Muslim.’ Dan penilaian Al-Hakim disetujui oleh Adz-Dzahabi, dan Al-Bushairi berkata, ‘Ini sanad yang shahih’. Adapun sanadnya: Muhammad bin Al-Mushaffa dan Umar bin Hafsh Al-Washabiy telah menceritakan kepada kami. Keduanya berkata, ‘Baqiyyah telah menceritakan kepada kami, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, dari Al-Mughirah Ad-Dhabbi, dari Abdul Aziz bin Rufai’, dari Abu Shalih, dari Abu Huraerah…Umar berkata, ‘Dari Syu’bah.’
Menurut saya, ‘Sanad hadis ini semua rawinya tsiqat (kredibel), dan kehawatiran terhadap Baqiyyah tiada lain apabila ia meriwayatkan hadis dengan bentuk ‘an, karena ia mudallis. Namun dalam periwayatan hadis ini, ia menjelaskannya secara tahdits pada riwayat Ibnu Mushaffa dan lain-lain, sebagaimana akan dikemukakan, maka hilanglah syubhat tadlisnya. Dengan demikian, yang segera dipahami bahwa sanad hadis itu shahih—sebagaimana diduga oleh kebanyakan ulama—namun ternyata tidaklah demikian, sebab masih ada rawi lain yang mudallis yang kurang mendapat perhatian dari mereka karena tadlis rawi itu tidak sepopuler Baqiyah. Rawi yang dimaksud ialah Al-Mughirah bin Miqsam Adh-Dhabbi. Meskipun ia dapat dikategorikan rawi yang cermat, namun ia melakukan tadlis sebagaimana diterangkan dalam kitab Taqrib At-Tahdzib dan lainnya. Maka dialah yang menjadi kecacatan pada sanad ini. Namun, hadis ini dapat dikategorikan shahih berdasarkan periwayatan para rawi lainnya sebagaimana telah disampaikan sebelumnya.” (Lihat, Shahih Sunan Abu Dawud, IV:239-240)

Berdasarkan penjelasan Syekh Al-Albani di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hadis tentang Iedul fitri jatuh pada hari Jumat—yang bersumber dari Abu Huraerah—derajatnya shahih.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saya berkomentar